the blog

Latest news.
Sari Pati Properti: Mengulas 2015

Sari Pati Properti: Mengulas 2015

Setelah pasar properti menikmati periode euforia permintaan dari tahun 2011 hingga medio 2013 yang disokong oleh derasnya investasi dari dalam dan luar negeri, sayangnya di tahun 2014 terjadi penurunan permintaan, dimulai dengan keluarnya sebagian dana asing yang diperburuk oleh defisit transaksi berjalan yang melebar yang mengakibatkan depresiasi rupiah serta naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) ke level tertinggi dalam 3 tahun terakhir serta pelemahan pertumbuhan ekonomi secara agregat.

Kondisi sektor properti masuk dalam siklus alami yang mendinginkan temperatur pasar, belakangan ini sedang berada di fase pelemahan sentimen serta aktivitas pasar yang terlihat dari menurunnya volume penjualan dan peluncuran proyek-proyek baru, di samping adanya kebijakan pembatasan loan to value (LTV) untuk para pembeli yang memanfaatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dengan pengetatan KPR inden.

Pertumbuhan KPR yang turun disebabkan oleh aturan LTV yang diterapkan, yang membuat konsumen tidak dapat mengajukan KPR kedua untuk rumah yang masih dibangun. Adapun setiap deviasi 1% suku bunga KPR setara angsuran bulanan rata-rata Rp 150 ribu untuk rumah kelas menengah dan Rp 100 ribu untuk rumah kelas menengah-bawah.

Awal tahun 2015 akan menjadi titik terendah pasar properti, karena perusahaan properti akan lebih waspada untuk menaikkan harga properti menyusul naiknya biaya konstruksi dan juga biaya pendanaan yang terpengaruh oleh kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi dan BI rate. Maka terjadi perlambatan properti karena menurunnya daya beli konsumen.

Namun beberapa hal di atas tidak akan terlalu berpengaruh untuk waktu yang lama bagi bisnis properti, pasalnya defisit perumahan di Indonesia masih cukup tinggi, sehingga dipastikan bisnis properti ini masih punya potensi untuk terus berkembang. Ke depannya, tahun 2015, risiko utama di sektor properti akan berfokus pada regulasi baru dan strategi pengembang untuk mencari pendanaan, salah satunya via Bursa Efek Indonesia.

Pemerintahan yang baru akan mempercepat pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia demi peningkatkan laju pertumbuhan ekonomi hingga 7%, karena pertumbuhan pembangunan infrastruktur masih tertinggal dibandingkan pertumbuhan industri dan minimnya suplai lahan. Adapun yang menjadi fokus di bidang properti antara lain, pembangunan 5.257 rusunawa, bantuan stimulan swadaya 5,5 juta rumah tangga, penanganan kawasan kumuh 37.407 hektare, dan fasilitas kredit perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk 2,5 juta rumah tangga.

Pembangunan perumahan di Indonesia masih perlu adanya sebuah gebrakan sosial politik. Pemerintah, khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, harus lebih berfokus pada isu pembangunan perumahan, antara lain mengenai mahalnya biaya dan ketidakjelasan waktu pengurusan izin, kepastian hukum atas pertanahan dan jaminan investasi, minimnya ketersediaan lahan dan infrastruktur serta pengadaan utilitas makro di kawasan perumahan, lalu aspek pembiayaan yang dapat diwujudkan dengan tabungan wajib perumahan yang memberikan dana murah berjangka panjang bagi pembiayaan rumah.

Harga tanah baru tetap menjadi tantangan terbesar di sektor properti, di samping isu-isu lain seperti ukuran lahan dan aksesibilitas. Harga bisa berbeda berdasarkan infrastruktur sekitarnya dan kedekatan dengan pusat kota, pelabuhan, dan tempat bisnis lainnya.

Permintaan properti tetap akan berkelanjutan karena adanya stabilitas politik, demografi yang menarik dan populasi yang besar, menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi bagi perusahaan multinasional. Jokowi sebagai pemimpin yang ramah terhadap investor harus mengurangi ketidakpastian dalam berbisnis di Indonesia, terutama dalam hal kebijakan dan proses persetujuan.

Perizinan menjadi salah satu faktor penting yang menghambat pembangunan perumahan, yang mana rata-rata pengembang harus mendapatkan 28 jenis izin sebelum dapat membangun, yang intinya sebenarnya hanya 3, yaitu izin lokasi, tata ruang, dan izin mendirikan bangunan.

Bisnis properti di Indonesia menjadi idola investor yang masih sangat prospektif, karena dengan risiko yang tidak terlalu besar, namun memiliki nilai tambah yang tinggi. Investasi properti sangat menarik, apalagi kelas menengah di Indonesia terus mengalami peningkatan. Kenaikan harga properti terutama di Jakarta, selain karena lahan yang terbatas juga ditopang kebutuhan akan properti yang masih sangat tinggi. Ketidakseimbangan permintaan dan pasokan dapat mendorong penetapan harga yang lebih tinggi lagi untuk waktu yang lebih lama. Dampaknya, nilai properti di kota-kota satelit di sekitar ibu kota juga ikut terdongkrak naik.

Jawa, khususnya bagian timur wilayah Jabodetabek, adalah penerima manfaat utama. Permintaan properti masih akan terkonsentrasi di wilayah Jawa karena daerah ini masih menyumbang investasi terbesar bagi Indonesia. Jakarta dan Jawa Barat masih menjadi pilihan utama investor properti.

Lebih spesifik, bagian timur Jabodetabek seperti Bekasi, Karawang dan Cikarang berpotensi menjadi penerima manfaat utama dari investasi yang tumbuh berkembang, yang didukung oleh beberapa faktor, yaitu populasi yang besar dengan ketersediaan tenaga kerja, tingginya tingkat permintaan dari masyarakat kelas menengah yang tumbuh, dekat ke pusat keuangan dan pemerintahan di wilayah Jakarta juga bisa meningkatkan efektivitas waktu dan efisiensi biaya bagi para pebisnis.

Dengan situasi investasi yang lebih baik di bawah pemerintah yang baru, prospek harga lahan industri properti juga akan meningkat sejalan dengan naiknya tingkat investasi. Dibandingkan dengan kawasan regional, harga untuk kawasan industri Indonesia tetap pada tingkat yang kompetitif dan sangat menarik walau bukan yang paling murah lagi.

Diharapkan pertumbuhan penjualan properti pulih pada akhir tahun 2015, karena adanya reformasi ekonomi struktural oleh kepemimpinan Jokowi, yang akhirnya bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi. Infrastruktur membaik, adanya restorasi birokrasi yang signifikan, dan kestabilan kondisi makro ekonomi menjadi katalis utama membaiknya sektor properti tahun 2015.

Perlu adanya sinkronisasi peraturan perundangan yang mendukung pembangunan perumahan untuk rakyat dan penting juga mengenai implementasi kebijakan dan kepastian hukumnya. Investor akan melihat peluang pangsa pasar yang besar dan transparansi prosedur investasi yang semakin baik dan jelas sehingga bisa lebih mengarah kepada nilai investasi yang lebih besar dan jangka waktu lebih panjang.

Tahun 2015 ini, Indonesia menyongsong Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN, yang memungkinkan negara-negara yang tergabung dapat bersaing secara bebas di kawasan dan dapat dengan mudah berekspansi lintas negara. Membuka lebih banyak kesempatan bagi pengembang luar untuk masuk ke Indonesia, namun tetap ada batasan-batasan tersendiri bagi pihak asing, seperti dalam hal memiliki tanah atau properti di Indonesia. Begitu juga dengan pengembang lokal yang mendapatkan akses untuk mengembangkan perusahaan ke luar Indonesia.

Dampak sekunder dari pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat adalah peningkatan investasi dan pembangunan infrastruktur. Besarnya kenaikan harga dan permintaan properti perumahan sebagian besar tergantung infrastruktur pendukungnya, seperti akses jalan dan ketersediaan lahan serta fasilitas umum seperti sebagai pusat perbelanjaan, sekolah, rumah sakit, dll. Faktor-faktor tersebut akan mendukung pertumbuhan jangka menengah permintaan properti. Pertumbuhan pasar properti pada 2015 diprediksi mencapai 15%, tetap bertumbuh lebih baik ketimbang kondisi 2014, meski lebih rendah dari pencapaian 2012 dan 2013 yang berada pada kisaran 25%.

Adapun penurunan pertumbuhan penjualan properti pada tahun 2014 sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun ini sebesar 5,2%. Pada 2015 dan seterusnya, penjualan properti akan pulih seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan sebesar 5,7% pada tahun 2015, sehingga ekspektasi rerata penjualan akan naik hampir 3 kali lipatnya. Sektor properti akan menjadi penerima manfaat utama dari pemulihan ekonomi Indonesia.

Spread the love
Author:

Business Management Consultant with a penchant for Innovative Startups, Entrepreneurial SMEs, and Strategic Investment.

Subscribe to my newsletter! Get FREE RESOURCES to grow and expand your business

Loading