Author: David Cornelis
Business Management Consultant with a penchant for Innovative Startups, Entrepreneurial SMEs, and Strategic Investment.
Pemerintah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), perlambatan penjualan properti dipastikan terjadi seiring suku bunga acuan Bank Indonesia yang dinaikkan ke 6.5% dan ekspektasi inflasi hingga 8%. Namun perlambatan tersebut sifatnya temporer, lazimnya transisi berlangsung antara 1-2 kuartal.
Hal tersebut merupakan siklus bisnis normal, dan bukanlah sebuah akibat dari krisis ekonomi, jadi bukanlah suatu masalah, melainkan justru positif sebagai kendali untuk menahan percepatan pertumbuhan properti yang selama ini dirisaukan bubble.
Usaha properti relatif peka terhadap suku bunga. Beberapa tahun terakhir, suku bunga sangat rendah dan membuat properti sangat menarik. Pengembang semangat menawarkan properti, sedangkan perbankan terus memacu penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). Naiknya suku bunga KPR tentu sedikit berpengaruh, karena selama ini pembeli rumah sebagian besar memanfaatkan fasilitas lembaga keuangan.
Kenaikan tarif BBM berpengaruh terhadap daya beli, tingkat penjualan, dan juga keuntungan para pengembang properti. Secara teoritis, meski kenaikan BBM berefek pada kenaikan biaya produksi, namun yang terjadi di Indonesia terdapat korelasi yang lemah antara kenaikan BBM dan pergerakan harga rumah.
Efek kenaikan harga BBM relatif kecil jika dibandingkan dengan peningkatan harga properti yang sudah melonjak 3x lipat dalam beberapa tahun terakhir. Tanpa meningkatkan harga jual karena perubahan BBM pun, pengembang masih meraup keuntungan yang signifikan, hingga 30—40%.
Pengembang sudah mengantisipasi kenaikan BBM sedari awal tahun, oleh karenanya tidak terlalu agresif ketika memutuskan menaikkan harga jual properti. Selain perubahan tarif BBM, bulan puasa dan Lebaran juga menjadi bahan pertimbangan dalam meningkatkan harga jual, pada bulan Juli para pengembang sepakat meningkatkan harga jual rata-rata sebesar 10%.
Target tahun ini sebanyak 200 ribu rumah swadaya dibangun dengan anggaran sebesar Rp 2 triliun. Adapun terdapat harapan akan alokasi dana segar tambahan dari subsidi BBM sebesar Rp 3 triliun, maka target akan meningkat juga kurang lebih sebanyak 200 ribu rumah.
Total target 400 ribu rumah dengan anggaran Rp 5 triliun tersebut hendaknya ditanggapi positif oleh pengembang dengan menyediakan hunian yang sesuai dengan kebutuhan dan Pemerintah harus terus berupaya mewujudkan program rumah murah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang masih memerlukan subsidi.
Bisnis properti sifatnya jangka panjang, dan prospek perkembangan properti Indonesia masih terus terjaga dengan baik, mengingat kebutuhan rumah terus meningkat setiap tahun. Adapun hingga semester pertama tahun ini, jumlah backlog pembangunan rumah mencapai 14,6 juta unit, padahal 1.5 dekade lalu sempat hanya 5 juta unit. Sementara daya pasok hanya 150 ribu dari total potensi 300 ribu per tahun.
Strategi bisnis para pengembang menghadapi kenaikan BBM adalah tak hanya menyesuaikan harga, menghitung ulang anggaran dan menaikkan harga secara bertahap, namun juga harus memperhitungkan strategi pemasaran dengan menekan biaya iklan agar lebih efisien dan menghindari stok rumah.
Yang perlu diterapkan adalah strategi penjualan seperti subsidi bunga, kemudahan pembayaran, perpanjangan cicilan uang muka, dan harga jual yang lebih kompetitif. Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan subsidi silang antara rumah murah, sederhana dan mewah.
Pesatnya kenaikan harga properti hingga saat ini karena prospek properti Indonesia masih cukup baik yang terlihat dari saham-saham properti di Bursa Efek yang menjadi unggulan. Jadi kenaikan harga BBM bukanlah sebagai faktor utama penaikan harga properti, dan efek kenaikan BBM bersubsidi hingga saat ini masih normal sesuai ekspektasi para pelaku usaha.
Business Management Consultant with a penchant for Innovative Startups, Entrepreneurial SMEs, and Strategic Investment.
Subscribe to my newsletter! Get FREE RESOURCES to grow and expand your business