Author: David Cornelis
Business Management Consultant with a penchant for Innovative Startups, Entrepreneurial SMEs, and Strategic Investment.
Pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov) yang rencananya akan membangun RS khusus kanker menjadi silang pendapat dan beraroma politis. Salah satu yang disoroti adalah penentuan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), Pemprov diminta untuk menganulir transaksi tersebut.
Terdapat laporan audit investigasi pembelian tanah RSSW kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang disinyalir menimbulkan kerugian negara, karena Pemprov membeli tanah seluas 3,7 hektar tersebut dengan NJOP 2014 Kyai Tapa senilai Rp 20 juta/m2 dengan total yang dibayarkan mencapai Rp 755 miliar. Menurut laporan tersebut seharusnya tidak semahal itu, mengacu NJOP 2014 di Tomang Utara yang hanya sekitar Rp 7 juta/m2.
Di laporan menggunakan NJOP 2013, sedangkan Pemprov sudah menggunakan NJOP 2014. Di laporan menggunakan alamat di Tomang, sedangkan Pemprov menggunakan alamat di Kyai Tapa. Di laporan juga mengacu pada harga PT Ciputra Karya Utama (CKU) dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras tahun 2013 sebesar Rp 564 miliar, Pemprov dianggap membeli dengan harga lebih tinggi sehingga selisihnya dianggap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar. Di laporan juga masih menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) 71/2012, sedangkan sudah ada Perpres baru sebagai modifikasi keempat yakni Perpres 40/2014, bahwa pengadaan tanah di bawah 5 hektare dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi dan pemilik tanah.
Suatu lahan tidak bisa dipatok secara parsial, melainkan harus mengacu pada sertifikat tanah. RSSW hanya memiliki 1 Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kiai Tapa dan Tomang Utara berada dalam satu zona wilayah sesuai yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Yang menentukan alamat eksak adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Barat, tertulis bahwa lahan RSSW berada di Kiai Tapa, sesuai sertifikat BPN 2787/1968, di Kelurahan Tomang, bukan jalan Tomang, oleh karenanya mengikuti NJOP Kyai Tapa. Kepala Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta juga menegaskan selama ini NJOP Kiai Tapa yang dipakai. NJOP RSSW dikeluarkan oleh Dinas Pelayanan Pajak Pemprov tertanggal 29 Desember 2014, berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta 265/2014.
NJOP ditentukan dari rerata nilai pasar yang merepresentasikan nilai tanah dalam suatu zona, suatu angka yang ditetapkan negara sebagai dasar pengenaan PBB. Pemerintah melalui Menteri Keuangan menetapkan NJOP setiap 3 tahun sekali. NJOP memiliki nilai yang bersifat dinamis, penetapan NJOP biasanya dilakukan tahunan untuk beberapa area tertentu yang berkembang pesat dan memiliki nilai jual yang kian naik secara material. NJOP dijadikan basis penentuan nilai terendah, harga jual properti biasanya sekira 1,5-2x NJOP. Besaran NJOP dapat dilihat di tagihan PBB dari DJP atau via website resmi pajak. Sedangkan sertifikat kepemilikan tanah dan bangunan dapat dicek di BPN.
Penjualan RSSW tersebut ke Pemprov tidak merugikan negara karena dijual sesuai NJOP, yang mana lebih rendah dari harga pasar. Transaksi tersebut tidak bisa dibatalkan lantaran pembelian tanah secara kontan, bila dikembalikan berarti harus dijual balik. Tentunya manajemen RSSW tidak mau karena harus membeli kembali dengan harga baru yang lebih tinggi, sedangkan jika menggunakan harga lama artinya negara akan merugi. Adapun taksiran nilai pasar lahan RSSW kini mencapai Rp 1,2 Triliun.
Simpulan yang didapat hingga saat ini, pembelian RSSW tidak merugikan negara karena dilakukan sesuai prosedur yang ada dan juga tidak salah alamat. Di lain sisi menguntungkan karena dibeli sesuai NJOP dan bukan harga pasar. Lebih lagi, harganya sekarang sudah naik signifikan.
Business Management Consultant with a penchant for Innovative Startups, Entrepreneurial SMEs, and Strategic Investment.
Subscribe to my newsletter! Get FREE RESOURCES to grow and expand your business